Posted by : Unknown Selasa, 12 Maret 2013

Tugu dan Makam Raja Silahisabungan

1 SEJARAH RAJA SILAHISABUNGAN

Menurut buku Tarombo Siraja Batak, Raja Silahisabungan adalah generasi ke -5 dari Siraja Batak . Silsilahnya adalah sebagai berikut, Siraja Batak memiliki dua orang anak yaitu:

  • Guru Tateabulan
  • Raja Isobaon
1. Guru Tateabulan , mepunyai 5 (lima) orang anak laki-laki, yaitu:
  • Siraja Biak – biak .
  • Sariburaja
  • Limbongmulana.
  • Sagalaraja.
  • Silauraja.
2. Raja Isobaon, menpunyai 3 (tiga) orang anak laki –laki, yaitu:
  • Tuan Sorimangaraja
  • Siraja Asi –asi
  • Songkar Samaridang
Tuan Sorimangaraja, mempunyai 3 (tiga) anak laki – laki yaitu :
  • Tuan Sorba ni Julu atau nai ambaton , mempunyai kerajaan di pangururan Samosir.
  • Tuan Sorba ni Banua atau nai Suanon, mempunyai kerajaan di balige Toba.
  • Tuan Sorba ni Jae atau nai Rasaon , mempunyai kerajaan di Sibisa puluan.
Tuan Sorba ni Banua , seorang raja yang perkasa di Balige mempunyi 2 (dua) orang istri, yaitu Anting malela boru Pasaribu dan boru Basopait.

Dari Anting Malela boru Pasaribu lahir anaknya 5 (lima) orang anak laki –laki , yaitu:

1. Raja Sibagot ni Pohan ,mempunyai kerajaan di balige.
2. Raja Sipaittuah, mempunyai kerajaan di Laguboti.
3. Raja Silahisabungan , mempunyai kerajaan di Silalahi.
4. Siraja Oloan mempunyai kerajaan di Bakara.
5. Siraja hutalima tidak mempunyai keturunan.

Dari Borupasopait lahir anaknya 3 (tiga) orang laki – laki yaitu :

1. Toga Sumba menpunyai kerajaan di Humbang.
2. Toga Sobu, mempunyai kerajaan di Silindung .
3. Toga Pospos, mempunyai kerajaan di Silindung

RAJA SILAHISABUNGAN, diperhitungkan lahir tahun 1300-an di Lumban Gorat Balige dan meninggal tahun 1450 di Silalahi Nabolak. Raja Silahisabungan terkenal seorang “Datu Bolon“ dan raja yang termansyur. Banyak bertita –berita yang menakjubkan tentang Raja Silahisabungan dan keturunannya yang tertulis dalam buku Tarombo Siraja Batak maupun ceritanya yang terdapat pada keturunan Tuan Sorbani Banua maupun marga – marga lain merupakan bunga rampai sejarah Raja Silahisabungan.

2. Berita Na Marpantom–Pantom anak tuan Sorba ni Benua.

Tuan Sorba ni Banua Raja yang perkasa di Toba Balige menginginkan agar anak – anaknya kelak menjadi panglima perang yang termasyur. Untuk mewujudkan cita –citanya itu maka Tuan Sorba ni Banua mengajarkan anak – anaknya berbagai ilmu pencak silat dan melatih lempar Tombak.

Setelah anak – anakanya memiliki ilmu pencak silat dan matang melempar tombak maka Tuan Sorba ni Banua menyuruh anaknya mengadakan pertandingan perang menombak (marpantom-pantom) antara anak Boru Pasarubu melawan Anak Boru Basopaet. Supaya jangan timbul kecelakaan disuruhnya tombak (hujur) mereka dibuat dari Pinpin (sanggar).
Dalam pertandingan perang menombak (marpantom – pantom) ini nampak keunggulan anak dari Basopaet (Toga Sumba, Toga Sobu, Toga Pospos) yang selalu mengalahkan anak Boru Pasaribu. Anak dari Boru Pasaribu (Sibagot ni Pohan, Sippaettua, Silahisabungan, Siraja Oloan dan Siraja Hotalima) mereka kaget melihat ketangkasan lawannya menangkap tombak ( hujur ) yang mereka lemparkan.

Pada suatu ketika Siraja Hutalima berniat jahat untuk membunuh lawannya itu. Dibuatnya tombak (hujur) dari Pinpin (sanggar) tetapi diujungnya ditancapkan lidi ijuk (Tarugi) yang berisi racun. Ketika terjadi pertandingan menombak yang seru, Siraja Hutalima melempar tombak (hujur) yang berisi racun itu kepada Toga Sobu, tetapi dengan mudah ditangkapnya. Memperhatikan tombak yang ditangkapnya agak berat lalu lalu diperiksanya. Kemudian Toga Sobu berkata “Na martahi pamate hami do ho hape“ (bermaksud membunuh kami kau rupanya) katanya sambil melempar tombak itu kembali kepada Siraja Hutalima, dan kena pada matanya. Siraja Hutalima mencerit karena matanya berdarah. Sibagot ni Pohan menghunus pedang mau membunuh Toga Sobu, Karena disangkanya Toga Sogu yang berbuat jahat. Untung Silahisabungan cepat melerai dan bertanya kepada Siraja Hutalima “ Hujur ni ise do on, (Tobak Siapa nih) katanya sambil menarik tombak itu dari mata Siraja Hutalima. Siraja Hutalima menjawab: “ hujurhu do I hahang, “ (tombaknya si abang) katnya sambil menjerit. Kemudian silahisabungan mengatakan bahwa Toga Sobu tidak bersalah, karena yang terjadi adalah senjata makan tuan. Sekarang kita bawa Siraja Hutalima kekampung supaya cepat diobati. Sejak itu Siraja Hutalimas sakit – sakitan dan akhirnya meninggal dunia.

Akhibat kematian Siraja Hutalima, Toga Sumba, Toga Sobu dan Toga Pospos merasa takut tinggal bersama anak dari Boru Pasaribu. Akhirnya mereka bersama Boru Basopaet pindah kedaerah Humbang dan Silindu. Dalam berita ini nampak kebijakan Silahisabungan yang masih muda belia menghindarkan pertumpahan darah.

3. Berita Horja Sakti Sibagot ni Pohan.

Setelah Siraja Hutalima meninggal dunia, Kesehatan Tuan Sorba ni Banua mulai menurun dan sakit – sakitan. Untuk menjalankan tugas – tugas kerajaan, Sibagot ni Pohan dikawinkan dan dinobatkan menjadi Raja pengganti Tuan Sorba ni benua. Setelah lama menderita sakit akhirnya Tuan Sorba ni Banua meninggal Dunia.

Berselang beberapa tahun, terjadi musim kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan tanam tanaman disawah mati kekeringan dan ternak (kerbau, lembu, kuda) menjadi kurus karena rumput rumputpun tak ada yang tumbuh. Raja Sibagot ni Pohan mulai pusing memikirkan malapetaka yang menimpa negeri. Kemudian dia memanggil “ Datu parmanuk diampang,” ( dukun yang pandai melihat tanda tanda dari seekor ayam yang dipotong dan ditutup dengan bakul) untuk menanya apa gerangan penyebab maka terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Dukun yang melaksanakan acara ritual itu mengatakan : “ mamereng boa – boa ni parmanuhon on, ingkon elehon do sahala ni ompu, paluan ogung sabangunan jala lahaton horbo sitingko tanduk asa udan paremean”. (melihat tanda – tanda dari ayam yang dipotong ini, harus dibujuk sahala nenek moyang dengan memukul gendang dan memotong kerbau besar, baru turun hujan pemberi berkah).

Mendengar petunjuk yang diberikan dukun itu Raja Sibagot ni Pohan berjanji akan memenuhinya. Lalu mengumpulkan penduduk negeri memberitahukan akan diadakan Horja Sakti mengelek sahala ni ompu. Pada saat perundingan itu Raja Sibagot ni Pohan mengatakan kepada adiknya Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan : “Ala Maol do luluan borotan dohot umbu – umbuan na Porlu tu Horja Sakti on, hamu na tolu ma borhat tu harangan laho mamulung.“ (karena sulit mencari kayu borotan dan ramuan yang perlu untuk Horja Sakti ini kalian bertigalah pergi kehutan untuk mengumpulnya).

Mendengar perintah raja Sibagot ni Pohan itu, ketiga adiknya tercengang. Mengapa harus kami yang disuruh ? demikian terlintas dibenak mereka masing – masing. Walaupun mereka merasa kecewa, perintah Raja Sibagot ni Pohan tetap dilaksanakan. Mereka berangkat ke Harangan Leok (hutan Leok) arah Tambunan sekarang. Dalam perjalanan dari balige ke harangan leok, Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan memperbincangkan pemikiran Abang Mereka Raja Sibagot ni Pohan yang tega menyuruh mereka pada hal masih banyak orang lain yang patut disuruh. Karena merasa kecewa, timbul niat tidak mengikuti horja Sakti itu, lalu mereka berkeliling di Harangan Leok menunggu selesai Upacara Horja Sakti.

Setelah diperhitungkan hari pelaksanaan pesta selesai mereka kembali dari harangan leok dan pura pura tergopoh – gopoh membawa borotan dan pulung – pulungan (ramuan) kehalaman rumah di Lumban Gorat Balige.

Mereka seakan terkejut melihat borotan yang sudah layu dihalaman rumah itu dan berseru memanggil Raja Sibagot ni Pohan dan Bertanya: “Bang, inilah Borotan dan Ramuan yang kami ambil dari harangan Leok. Sangat Sulit Mencari Ramuan ini Sehingga kami terlambat pulang. Kulihat dihalaman rumah ada sudah borotan yang layu, apa yang terjadi ? “ Kata Silahisabungan. Dengan senyum dan Ramah Raja Sibagot ni Pohan menjawab: “Terima Kasih, terima kasih adik sayang. Kalian sehat – sehat semua. Kusangka ada terjadi malapetaka dihutan karena kalian tak pulang. Karena hari yang ditentukan dukun sudah tiba, Horja Sakti sudah selesai dilaksanakan. Borotan dan ramuan yang kalian bawa ini baiklah kita simpan untuk Horja Sakti kelak, Katanyan Membujuk adik adiknya itu . Dengan tegas Silahisabungan berkata : “ Pantang Ucapanmu Itu . Tak Baik Kita mohon agar terjadi Lagi musim kemarau yang Berkepanjangan“. Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah…., memang Abang Kurang bijak. Mana mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan pulung pulungan. Kan masih ada orang lain ? Nah, kami serahkan kepada Silahisabungan mengambil keputusan. rupanya mereka bertiga sudah berjanji, bila Horja Sakti dilaksankan Raja Sibagot ni Pohan merek akan meninggalkan kampung halaman.

Dengan suara lembut dan meyakinkan Silahisabungan berkata: “Abang sebagai raja dinegeri ini telah mempermalukan kami. Apa kata penduduk negeri ini, kami sebagai suhut sudah dianggap jadi anak pungut, kau laksanakan Horja Sakti tanpa kami hadiri. Kami sebagai adik kandungmu tidak kau hargai, memang tindakanmu itu tidak manusiawi. Untuk menjaga harga diri, lebih baik kami menjauhkan diri. Berangkatlah kami bertiga tinggallah abang seorang diri, mudah – mudahan mula jadi memberikan rejeki “.

Raja Sibagot ni Pohan terpelongoh mendengar kata – kata dan ucapan Silahisabungan yang menyayat hati. Memang benar tuntutan adikku ini, tetapi apa mau dibuat nasi sudah menjadi bubur. Sebagai raj takmungkin mengalah, lalu berkata: ” sudahlah Silahisabungan, kalau soal jawab tidak ada tandinganmu, terserah kalian bertiga apa permintaanmu tidak saya larang. Mendengar kata Raja Sibagot ni Pohan yang kurang persulasif ini Silahisabungan marah dan berkata “sudahlah, mana jambar (bagian) kami dalam Horja Sakti itu, Supaya kami berangkat dari kampong ini . kami tidak perlu lagi brhubungan dengan kau, sedang asap apimupun tidak boleh kami lihat dan bila ada pohon pisangku yang berbuah menyembah kekampung ini akan saya tebang.“

Demikianlah akhir pesta Horja Sakti Sibagot ni Pohan yang menimbulkan perpisahaannya dengan adiknya si paetua, Silahisabungan dan siraja Oloan. Dalam berita ini nampak karakter Silahisabungan yang berpendirian teguh dan tak ada tanggungannya dalam soal jawab.

4. Perpisahan Sipaetua , Silahisabungan dan siraja Oloan

Setelah menerima jambar “ horja Sakti dan saling merestui dengan Raja Sibagot Nipoahan, Sipaetua, Silahisabungan, dan Siraja Oloan pergi meninggalkan Lumban Gorat Balige. Mula – mula mereka pergi ke Mual Sibuti mengambil air minum sebagai bekal hidup dikemudian hari. Mereka mengisi air kedalam tabu tabu (kendi dari buah labu) dan mengambil tanah tiga kepal (Tolu Pohul) lalu dimasukkan kedalam gampil (tas terbuat dari kulit) masing – masing. Kemudian mereka mengikat perjanjian, bahwa mereka bertiga dan keturunannya tidak akan mengikuti adat kebiasaan Raja Sibagot ni Pohan. Dalam pembagian jambar maupun pintu rumah harus dirubah. Bila ada pesta besar diantara mereka dan keturunan harus lebih dahulu diberikan Jambar mereka bertiga harus jambar Sibagot ni Pohan. Perjanjian yang mereka buat ini masih berlaku di Toba holbung antara keturuanan SIpaet Tua, Silahisabungan, Siraja Oloan dengan Sibagot ni Pohan.

Mula –mula mereka pergi kearah timur (porsea) sekarang , dan setelah tiba didaerah Laguboti sekarang meraka berhenti .di daerah ini mereka tinggal beberapa hari untuk memeriksa lahan pertanian .Ternyata daerah itu adalah tanah yang subur sehinggamereka bermaksud tinggal disitu. Tetapi karena asap api Sibagot ni Pohan masih nampak, Silahisabungan tidaberkenen di daerah itu , sedang Sipaettua yang sudah capek memeriksa daerah itu . Keturunannyalah yang tinggal di Laguboti sekarang . Silahisabungan dan Siraja Oloan pergi melalang buana meninggalkan Sipaettua setelah mereka saling memberi restu dalam perpisahan yang memilukan .

Silahisabungan dan Siraja oloan mula – mula pergi kearah dolok Tolong untuk mencari tanah dibalik gunung itu . Tetapi karena mereka ketahui anak Boru Basopaet (Toga sumba , Toga Sobu dan Toga Pos pos) telah tinggal di Humbang , mereka merobah haluan. Mereka turun ke Meat , terus berjalan ke Muara dan Bakara . Mereka periksa daerah itu berminggu – minggu dan telah berniat tinggal disitu.

Tetapi pada suatu hari Silahisabungan naik kepebukitan Bakara dan Melihat asap api di Balige, maka niatnya tinggal disana dibatalkan. Siraja Oloan menetapkan hati akan tinggal di Bakara, tetapi karena sumpah Silahisabungan kepada Sibagot ni Pohan dan sulit dirasanya berpisah dengan Silahisabungan, maka usul meninggalkan Bakara diturutinya. Mereka pergi melanglang buana dari bakara ke Janjinraja, Sabulan, Tamba, Sihotang terus ke Pengururan. Perjalanan yang berbulan – bulan ini membuat mereka jadi lelah dan mengaso ditano Siogung – ogung, pardomuan ni Toba parsinganan ni pulo Samosir. Disinilah perpisahan Siraja Oloan dengan abangnya Silahisabungan sangat mengharukan dan memilukan.

5. Silahisabungan bertapa diharangan Hole.

Tano Siodung – odung, dinegeri Pangururan, tempat pertemuan air danau Toba, tanah perpisahan pulau samosir merupakan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikianlah diibaratkan perpisahan Siraja Oloan dengan Abangnya Silahisabungan adalah merupakan takdir yang tak dapat dielakkan. Tinggallah Siraja Oloan di Pengururan dan kawin dengan Boru Limbong, kemidian pindah ke Bakara dan Kawin dengan Boru Pasaribu.

Silahisabungan terus melanglang buana hidup sebatangkara. Dia berangkat dari tanah Siogung ogung berjalan kaki ke Aek Rangat dikaki dolok Pasukbukit, terus ke tulas, Bonandolok sampai ke Hasinggaan. Dari Hasinggaan naik kebukit dan masuk keharangan Hole, suatu hutan belantara yang tak pernah diinjak manusia. Setelah tiba pada sebuah kayu rindang dia berteduh mengaso melepaskan lelah. Karena capeknya dalam perjalanan Silahisabungan jadi tertidur. Pada waktu itu turun hujan gerimis disertai Guruh dan Halilintar. Suara guruh dan halilintar tidak dirasakan Silahisabungan saking pulasnya tertidur.

Setelah hujan berhenti, guruh dan halilintar reda, berembus angin sepoi – sepoi, Silahisabungan pun bangun dari tempat tidurnya. Pada saat itu datang suara yang menakutkan dari atas pohon rindang itu : Hei, anak manusia siapa kau yang berani tidur sitempatkuyang angker ini ? nyawamu akan kucabut dan badanmu akan kuserahkan kepada binatang buas yang menjaga tempat ini, “ katanya.”

Silahisabungan terkejut mendengar suara itu. Diperhatikan sekelilingnya tidak ada manusia dan iya yakin itu adalah suara keramat yang berkuasa dihutan itu. Dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawab : “ Ya, Ompung, aku adalah anak yang bernasib malang yang datang dari Toba Balige. Membawa luka dihati karena tindakan sibagot ni Pohan dalam Horja Sakti, “ katanya sambil menerangkan perpisahan dengan Sipaettua dan Adiknya Siraja Oloan yang tidak dapat dilupakan. Dengan suara lembut didengarnya lagi suara : “ Hei anak Manusia, kau adalah orang yang teguh pendirian, tutur sapamu sangat menawan deritamu sungguh mengagumkan. Lihatlah kesebelah kananmu, disitu ada barang bernama Tumbaga Holing, berisi bermacam – macamilmu (raksa ni sidatuon dohot raksa ni harajaon ). Baca dan pelajarilah isinya dalam – dalam agar kau nanti menjadi datu bolon yang termansyur dan seorang raja yang perkasa.“

Dengan rasa hormat dan sujud semua perintah itu dilaksanakan Silahisabungan. Dia berdiri dan memeriksa tempat yang ditunjuk, memang benar ia menemukan Laklak Tumbaga Holing yang berwarna merah, hijau dan Hitam. Kemudian didengarnya suara: “Sekarang bulan tula (Bulan purnama) hingga bulan tula yang akan datang, kau harus tinggal ditempat ini membaca dan memperdalam ilmu yang terdapat dalam Tumbaga Holing ini.

Tahankan lapar dan dahaga, lawan binatang buas dan ular berbisa, Baca dan pelajari Tumbaga Holing sampai Tamat. Bila datang cobaan atau mara bahaya, lipat tumbaga holing pajamkan mata, pusatkan pikiran jangan ragu semua akan berlalu, kau pasti menang segala cobaan dan mara bahaya akan hilang”, katanya.

Silahisabungan mendengar perintah itu dengan tekun dan berjanji akan menuruti dengan sungguh sungguh. Selama tigapuluh hari tigapuluh malam Silahisabungan bertapa di Harangan Hole. Pada hari artia ni holom, tujuh hari sesudah hari purnama purnama datang cobaan. Rasa lapar dan haus yang tiada terhingga datang menggoda, mau melemahkan iman. Silahisabungan melihat tumbaga holing lalu memejamkan mata memusatkan pikiran. Kemudian mendengar suara : “ kau sudah lapar dan haus. Didepanmu ada jeruk purut (unte Anggir) dan pisau lipat. Belahlah jeruk itu dengan pisau dan minum airnya“. Silahisabungan melaksanakan petunjuk itu, rasa lapar dan haus jadi hilang.

Pada hari artia bulan berikutnya atau 14 hari bertapa datang cobaan kedua. Silahisabungan mau diserang tawon dan ular berbisa (harinuan dohot ulok dari) yang datang dari segala penjuru. Dilipatnya Tumbaga Holing, dipejamkan mata dan dipusatkan pikirannya, tawon dan ular berbisa jadi menghilang. Lalu didengarkannya suara : “ didepanmu terletak jeruk purut dan pisau tumbuk lada. Minumlah air jeruk itu dan pisau tumbuk lada yang sebilah ini simpan dengan baik dan kasiatnya pada Tumbaga Holing. Silahisabungan menuruti perintah itu dengan baik.

Pada hari artia ni angga atau 21 hari bertapa, datang lagi cobaan. Dilihatnya binatang buas (Harimau, Singa) mau menerkamnya. Silahisabungan melipat Tumbaga Holing, memejamkan mata dan memusatkan pikiran. Tak berapa lama binatang buas menghilang. Kemudian didengarkannya : “ didepanmu terletak jeruk purut dan pisau Halasan (Pisau Harajaon). Minumlah air jeruk itu dan Pisau Halasan ini simpan baik dan baca kegunaannya dalam Tumbaga Holing.

Pada hari purnama (Tula) bulan berikutnya merupakan hari terakhir masa pertapaannya datang cobaan alam yang paling menakutkan. Pada waktu itu datang hujan lebat disertai Angin putting beliung. Guruh dan Halilintar bersaut – sautan, tanah bergetar terasa akan runtuh. Silahisabungan melipat Tumbaga Holing dan menjunjung di atas kepala, mata dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada Mulajadi Nabolon. Tidak berapa lama hujan berhentiangin dan halilintar jadi reda. Kemudian didengarnya suara: “sekarang sudah hari purnama (Tula), Sudah 30 hari 30 malam kau bertapa dikeramat Namar Tua Dalan (Tongkonan Namartua Dalan ). didepanmu terletak jeruk purut, pisau bengkok bermata dua dan tombak sedepa yang dapat dipanjangkan (piso sigurdung sidua baba dohot siorlombing sadopa). Bangkitlah dan mandi disungai cuci badanmu dengan jeruk purut itu pisau bengkok dan tombak sedepa simpan baik – baik. Baca kasiatnya dalm Tumbaga Holing. Sekarang berangkatlah kau tinggalkan tempat ini. Kau sudah menjadi manusia sakti. “na siat marpangidoan tu mulajadi Nabolon“ (yang dapat meminta langsung kepada tuhan Yang Maha Kuasa ),” katanya.

Silahisabungan pergi mandi, dibersihkan badan dengan jeruk purut. Badan yang penat kembali segar bugar. Selesai mandi ia berkemas, lakla Tumbaga Holing dan Barangnya disimpan dalam tas (gampil) nya. Ia meneruskan perjalanannya kearah utara dan tiba diatas bukit simandar, dilihatnya ke bawah terdapat danau yang sangat luas dan dipantai baratnya nampak hamparan tanah yang datar. Kemudian dipandangnya arah kebaligo tidak nampak lagi apa – apa karena dihalangi dolok pasukbuhit dan pulau samosir. Ia turun kebawah melalui lereng laksabunga, dan dilihatnya tanah yang terhampar adalah tanah yang subur, karena asap api di Balige tidak mungkin lagi nampak maka ia jadi berkenan tinggal disitu, yang kemudian daerah itu disebut Silalahi Nabolak.

Setelah tiba di Silalahi Nabolak, Silahisabungan membangun pondok tempat tinggalnya, dibuatnya bubu untuk menangkap ikan disungai. Setiap hari silahisabungan mambaca dan mempelajari isi Tumbaga Holing, diketemukannya ilmu kesaktian yang dapat berlayar di atas air dengan sebuah daun sumpit. (Gulung Sumpit). Dan ilmu silompit dalan (ilmu yang mempercepat perjalanan). Ditemukannya ilmu Hadatuon, hasiat barang – barang yang diterima; Piso lipat, adalah alat membelah jeruk purut untuk menyembuhkan segala penyakit buatan manusia. Piso tumbuk lada, adalah alat menyembuhkan,segala penyakit yang dibuat hantu dan setan-setan. Piso halasan, adalah alat kerajaan dan alat membunuh musuh diwaktu perang. Piso sigurdung sidua baba, adalah alat yang paling tinggi memusnahkan musuh dan melindungi diri-dari segala marabahaya. Siorlombing sadopa (hujur) adalah alat serba guna yang dapat dipakai sebagai tongkat petunjuk jalan kehidupan atau anak busur yang dapat mematikan lawan.

Dengan sebuah daun sumpit (bulung sumpit) dilayarinya danau yang sangat luas itu, yang kemudian disebut Tao Silalahi. Setelah berbulan – bulan Silahisabungan di silalahi dia didatangi sorang raja Pakpak, bernama Raja Parultop.

6. Pertemuan Silahisabungan dengan Raja Parultop

Setelah berbulan – bulan Silahisabungan timggal di Silalahi, dia dikejutkan dengan suatu peristiwa yang membawa berkah bagi hidupnya. Pada suatu hari seorang raja Pakpak bernama Raja parultop berburu atau menyumpit burung dihutan Simarnasar diatas Silalahi Nabolak. Sewaktu Raja Parultop menyumpit seekor burung elang (lail), paha elang itu kena, sehingga tidak mati. Burung elang itu kembali terbang. Raja Parultop mengejar, tetapi begitu didekati burung itu kembali terbang. Demikianlah berulang – ulang, akhirnya Raja Parultop tiba diatas bukit Silalahi Nabolak.

Pada waktu Raja Parultop mengejar kebukit Silalahi, burung elang itu terbang menuju pulau Samosir melalui Tao Silalahi yang sangat luas itu. Rupanya burung elang itu tidak sanggup terbang ke samosir lalu kembali kepantai Silalahi dan hinggap dekat pondok Silahisabungan (Terkenalnya Tao Silalahi dari cerita ini artinya Tao na so boi di habangi lali). Burung elag itu mudah ditangkapnya karena sudah lelah. Raja Parultop yang memperhatikan burung elang itu kembali dan hinggap dipantai Silalahi, dia bertekat akan menangkap burung elang itu hidup atau mati, walaupun hari sudah senja. Raja Parultop menuruni bukit Silalahi dan terus mencari tempat hinggapnya burung elang itu.

Raja parultop tercengang melihat sorang pemuda duduk diatas pondok sambil memengang burung elang yang disumpitnya tadi. Dengan rasa geram dan marah Raja Parultop berkata : “ Hei, siapa kamu yang berani tinggal ditanah milikku ini ? aku adalah raja Pakapak yang berkuasa sampai kepantai danau ini. Mari burung elang yang kau pegang itu, kau perlu dihukum dan diusir dari tempat ini, “ katanya.

Silahisabungan mendududki tanah yang dibawa dari Balige dan mengambil air yang dibawa dari Mual Siguti, lalu dengan sopan santun dan cukup berwibawa, menjawab : “ Raja Pakpak yang mulia, saya tidak bersalah, ucapan raja yang mengada – ngada. Saya berani sumpah, bahwa tanah yang saya duduki ini adalah tanahku dan air yang saya minum ini adalah airku, “ lalu meneguk air dari kendi (tabu – tabu) yang dibawanya dari Mual Siguti. Kemudian Silahisabungan berkata: “Natipniptip sanggar mambahen huru – huruan, jumolo sinungkun marga asa binoto partuturan, ia goarhu sude jolma baoa mamboan. Na manungkun ma ahu marga aha ma amang ? lalu menyalam Raja parultop dengan hormat.

Mendengar ucapan sumpah Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah Raja Parultop jadi hilang dan menjawab dengan ramah: “goarmu sude jolma baoa maboan, goarhu pe denggan ma paboaon, I ma ula – ulangku ari marga Padangbatanghri na domu tu marga panasaribu“, katanya.

Mereka tidak menyebutkan nama masing – masing dengan jelas. Tetapi sudah sama – sama mengerti. (sude jolma baoa mamboan, maksudnya ia bernama Silahi = anak laki – laki, ula ulangku siganup ari atau pekerjaan setiap hari, maksidnya ia bernama Parultop, orang yang berburu dengan sumpit).

Kemudian Silahisabungan berkata :”horas ma tulang,aiinongku pe boru pasaribu do,” (horas paman,ibuku pun boru pasaribu) katanya sambil mempersilahkan raja [parultop naik kegubuk karena hari sudah mulai gelap,silahisabungan mengajak raja parul-top bermalam digubuk itu. Ajakan Silahisabungan diterimanya dengan senang hati agar mereka dapat bercakap – cakap sepanjang malam.

Setelah makan mereka asik bercakap – ckap sampai larut malam. Dalam percakapan mereka Raja Parultop menanya dimana istri dan keluarga Silahisabungan. Dijawabnya bahwa istrinya belum ada. Dia masih perjaka belum pernah berumah tangga. Mendengar tutur kata dan sopan santun dari Silahisabungan , Raja ingin bermenentukan Silahisabungan lalu berkata : “ ada putriku 7 orang. Semuanya sudah anak gadis kalau kau berkenan menjadi menantuku besok kita pergi ke Balla. Pilih salah satu putriku menjadi istrimu. Dengan syarat tidak boleh dimadu (na so marimbang) sepanjang hidupmu “Silahisabungan menyambut dengan senang hati, lalu berkata “ mana mungkin saya berani ke Balla. Kalau tidak memenuhi adat istiadat. Sedang hidupku hanya sebatang kara. Kumohon , janganlah alang kepalang kasih sayang pamanlah membawa paribanku itu kemari, supaya disini saya pilih “.
Alasan Silahisabungan masuk akal Raja Parultop, akhirnya menerima permintaan calon menantunya. Kemudian menetapkan hari dan tanggal pertemuan sekaligus perkawinannya. kemudian mereka sama-sama minta tidur karena sudah lelah sepanjang hari.

Silahisabungan tidak dapat tidur memikirkan dan membayangkan putri Raja itu. Bagaimana cara memilihnya kalau benar 7 orang putrid raja. Dengan diam – diam membuka Lak –lak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk. Dalam petunjuk dilihatnya putrid raja hanya seorang. Kenapa dikatakan 7 orang ?

Rupanya Raja Parultop pun tidak tidur sepanjang malam itu dengan pura – pura tidur diintipnya gerak – gerik Silahisabungan. Diketahuilah bahwa Silahisabungan adalah Datuk Bolon, bukan sembarang orang. besoknya silahisabungan memberangkatkan raja parultop pulang ke Balla dengan oleh-oleh ihan Batak,lalu berkata;” kalau rombongan paman datang terlebih dahulu nyalakan api diatas bukit sana,kemudian akan saya nyalakan api dibawah ini tanda saya sudah siap menyambut.setelah rampung semua perjanjian mereka raja Parultop pulang ke Balla dengan membawa banyak ihan Batak.

7. Perkawinan Silahisabungan dengan Pinggan Matio

Setelah Raja Parultop tiba di Balla, ia disambut istrinya dan anak – anaknya, dengan rasa gembira. Mereka tercengang melihat ikan batak yang begitu banyak , lalu bertanya: “dari mana ihan batak yang banyak ini ? biasanya bapak membawa daging rusa atau burung sekarang jadi lain, “ kata istrinya. Raja Parultop menerangkan pertemuannya dengan Silahisabungan dan menjelaskan perjanjian mereka tentang rencana perkawinan puterinya dengan Silahisabungan.

Keluarga Raja Parultop merasa gembira mendengar berita itu, lalu mempersiapkan peralatan untuk perkawinan puterinya . setelah tiba hari yang ditentukan berangkatlah Raja Parultop bersama rombongannya ke Silalahi dan setelah tiba diatas bukit Laksabunga, Raja Parultop menyalakan api tanda bahwa mereka sudah datang. Melihat asap api itu, Silahisabungan pun menyalakan api tanda bahwa ia telah siap menyambut kedatangan rombongan Raja Parultop.

Silahisabungan menyambut rombongan Raja Parultop ditepi sungai yang agak dalam airnya. Raja Parultop bertanya dalam hati, mengapa Silahisabungan menyambut kami disungai yang agak dalam airnya ini ? kemudian Silahisabungan berkata: “Tulang suru hamu ma borumuna I sada – sada rot u bariba on, asa hupillit na gabe par sinondukhu. “ (paman, suruhlah putrinya menyeberangi satu – persatu supaya kupilih yang menjadi istriku). Baru Raja Parultop mengerti mengapa Silahisabungan menyambut mereka ditepi sungai itu, lalu menyuruh puterinya satu – persatu menyeberangi sungai itu, dengan menjunjung bakul berisi tipa – tipa. Dari mulai puteri pertama sampai putrid ke enam, rupanya cantik rupawan, rambutnya bagaikan mayang terurai tetapi satupun tidak mengenai dihati Silahisabungan. Baru putri ketujuh yang rupanya agak jelek dan mata agak kero, Silahisabungan melompat menyambut putrid Raja Parultop dan berkata : “ inilah pilihanku paman, menjadi istriku, mudah – mudahan paman merestui dan Mulajadi Nabolon memberkati semoga kami menjadi rumah tangga yang bahagia dan mempunyai keturunan yang banyak, “ katanya.

Sebelum diberkati, Raja Parultop masih menanya Silahisabungan lalu berkata : “ Mengapa kau pilih putri bungsu ini ? perawakannya agak pendek dan rupanya pun jelek, padahal kakaknya semua cantik dan badannya genit – genit. “ kemudian Silahisabungan menjawab : “ paman, memang kakak yang enam orang itu semuanya cantik rupanya, tetapi tidak merasa malu tadi menarik sarungnya keatas lututnya sewaktu menyeberangi sungai ini, “ katanya dengan halus. Sebenarnya gadis yang enam orang itu dilihat Silahisabungan dapat berjalan diatas air karena mereka adalah manusia jadi – jadian (jolma so begu) yang dibuat Raja Parultop untuk menguji kedukunan Silahisabungan. Tetapi hal itu tidak dinyatakannya supaya jangan mempermalukan mertuanya. Sejak itulah sungai itu bernama “ Binangsa so maila “.

Raja Parultop dan istrinya merestui dan memberkati anak menantunya, lalu berkata : “ Goarmu ma borungku pinggan matio boru Padangbatanghari, anggiat ma tio parnidaan dohot pansarianmu tu jolo ni ari. Asa boru parsonduk bolon ma ho sipanggompar sipanggabe, partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion, parboru so pola usaon. Panggalang panamu, sipatuat na bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela na borju,goarmu silahisabungan, sabungan ni hata sabungan ni habisuhon dohot sabungan ni hadutoan. Nunga dipatuduhon ho habisuhon do hot hadatuonmu na mamillit parsinondukmon, partapian simenak enak maho perhatian so ra monggal parninggala sibola tali. Asa saut ma ho gabe raja bolon jala na tarbarita, pasu-pasuon ni mulajadi Nabolon,”katanya.

Setelah selesai pemberkatan, rombongan raja Parultop kembali ke Balla, tinggalah silahisabungan dengan pinggan Matio boruPadangbatanghari memulai hidup baru dan membuka kampung bernama huta lahi. Berselang sembilan bulan, rasa rindu pun mulai bergelora untuk berjumpa dengan orang tuanya. Diajaknnya silahisabungan pergi ke Balla mengunjungi keluarga. Silahisabungan yang sangat sayang kepada isteri tercinta mengabulkan dengan senang hati

8. Keturunan Silahisabungan Dari Pinggan Matio

LOHO RAJA - BATU RAJA

Pada suatu hari pergilah silahisabungan Bersama Pinggan Matio boru padangbatanghari kekampung mertuanya di Balna. Sewaktu mendaki bukit silalahi,isterinya yang sudah hamil tua mulai merasa dahaga. Rasa penat mulai terasa, sehingga mereka mengaso dilereng bukit yang terjal. Rasa haus pinggan Matio mulai mendesak dan karena capeknya ia bersenandung dengan sedih : “ Loja ma boruadi mamboan tua sian mulajadi, mauas ma tolonan ndang adong mangubati. Jonok do berengon sillumalan na so dundungonki, boha do parsahatku tu hota ni damang parsinuan, dainang pangintubu I, “ katanya. (sudah lelah aku membawa kandungan, rasa haus tak ada mengobati. Nampak dekat air danau tetapi tak boleh terjangkau, apakah aku sampai dikampung orang tuaku).

Mendengar keluhan istriku, Silahisabungan mengambil Siorlombing (tombak) dari kantongannya, lalu berdoa kepada Mulajadi Nabolon agar diberikan air penghidupan (mual sipaulak Hosa) karena Pinggan Matio merasa haus,kemudian silalahisabungan menancapkan Siorlombingnya ke dinding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum Pinggan Matio sepus puasnya, Air itulah yang di sebut” Mual Sipaulak hosa, ”yang terdapat dilereng bukit Silalalahi Nabolok. Setelah rasa haus hilang dan tenaga mulai pulih, mereka meneruskan perjalanan kekampung mertuanya di Balla. Kedatangan Silalahisabung dan Pinggan Matio disambut keluarga Raja Parultop dengan gembira apalagi setelah dilihat putrinya sudah hamil tua. Karena pinggan Matio sudahhamil tua, mertua Silahisabungan meminta agar putrinya tinggal di Balna menunggu kelahiran anaknya, karena Silalahi tidak ada teman mereka membantu.

Aek Sipaulak Hosa

Setelah beberapa bulan mereka tinggal di Balna, Pinggan Matio melahirkan seorang anak Laki – laki. Silahisabungan merasa gembira dan bersyukur karena dia sudah menjadi seorang ayah. Begitu juga Raja Parultop dan istrinya merasa berbahagia karena sudah ada cucu dari putrinya Pinggan Matio. Mereka berencana untuk mengadakan perhelatan besar sambil membuat nama cucunya itu. Rencana itu diberitahukan kepada menantunya Silahisabungan, yang disambut dengan senang hati.

Raja Parultop mengundang Raja – Raja dan penduduk negeri untuk menerima adat dari Silahisabungan sambil menobatkan nama cucu yang baru lahir. Pada pesta perhelatan itu Raja Parultop berkata : “ bapak dan ibu yang kami hormati, sudah lebih satu tahun puteri kami Pinggan Matio berumah tangga dengan Silahisabungan dan telah dianugerahi Tuhan seorang anak laki – laki. Selama ini kami merasa ragu – ragu karena belum terlaksana adat yang berlaku. Hari ini tibalah saatnya anak menantu kami membayar adat sekali gus memberi nama cucu yang baru lahir dan menobatkan ayahnya menjadi Raja.”

Kemudian Raja Parultop mengatakan : “ Nunga lolo raja, jalanunga loho roha, hubanen ma goar ni pahompu on Si Loho Raja.” (Sudah berkumpul semua Raja, sudah bulat dan puas pikiran = Loho roha kuberikan nama cucuku ini Si Lohoraja), katanya. Beberapa minggu setelah pesta, Raja Silahisabungandengan istrinya Pinggan Matio kembali ke Silalahi Nabolak. Putera sulung Si Lohoraja kemudian dojodohkan (dipaorohan dengan putri pamannya Rahim Bani boru Padangbatanghari).

Selama dua tahun mereka tidak pernah lagi datang ke Balna. Karena sudah dua tahun tak pernah datang Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio ke Balla, rasa kangen dan rindu Raja Parultop timbul lalu berkata kepada istrinya: “Sitingkir jolo borunta tu silalahi, (aku sudah rindu) katanya. Bertepatan dengan kehadiran Raja Parultop di Silalahi Pinggan Matio, melahirkan anak kedua seorang laki – laki. Kemudian anak itu diberi nama Tingkir Raja atau Tungkirraja.

Pada suatu ketika Raja silahisabungan bertukang membuat tempat tidur (rusbang) dari kayu bulat yang disebut “Sondi” Setelah tempat tidur selesai dikerjakan, Pinggan Matio melahirkan anak ketiga seorang laki – laki, yang kemudian diberi nama Sondiraja. Raja Silahisabungn nampak bergembira karena telah mempunyai tiga orang anak laki – laki, tetapi Pinggan Matio terasa kurang bergairah karena belum diberikan Tuhan anak perempuan.

Hati pinggan matio yang gundah gulana diperhatikan Raja Silahisabungan, lalu ia pergi bersemedi kegua Batu diatas Huta Lahi. Dia memohon kepada Mulajadi Nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan Matio dan Permohonan Raja Silahisabungan dikabulkan Mulajadi Nabolon. Pinggan Matio melahirkan anak keempat seorang perempuan, lalu ia berkata : “ Nunga Gabe jala mamora ahu, hubahen ma goar ni borunta on Deang Namora,” (Sudah bahagia dan kaya aku, kuberikan nama Puteri kita Deang Namora = Kaya) katanya kepada Raja Silahisabungan dengan Suka cita. Raja Silahisabungan juga merasa bahagia karena permintaannya terkabulkan.

Kemudian Pinggan Matio melahirkan anak kelima, seorang anak laki – laki. Pada waktu kelahiran anak kelima ini, raja Silahisabungan baru mengganti atap rumah yang terbuat dari kayu butar. Oleh karena itu mereka membuat nama anak kelima ini Butarraja atau Sidabutar/Sinabutar.

Pada waktu kelahiran anak keenam, Raja Silahisabungan sedang berada di pulau Samosir untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu kemudian disebut “Luat Parbaba.” Setelah Raja Silahisabungan kembali dari seberang (Bariba) dijumpainya telah lahir seorang anak laki-laki. Karena ia baru tiba dari Bariba (seberang) maka diberilah nama anak itu Dabaribaraja atau Sidabariba.

Kelahiran anak Raja Silahisabungan yang ketujuh ditandai dengan terjadinya peristiwa alam. Pada saat Pinggan Matio melahirkan, turun hujan lebat sehingga terjadi tenah longsor (tano bongbong) di Silalahi Nabolak. Karena Tano Bongbong (Tanah Longsor) itu mengagetkan Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio, maka mereka membuat nama laki – laki yang baru lahir itu Debongraja = Debangraja atau Sedebang.

Anak Raja Silahisabungan yang kedelapan bernama Baturaja atau Pintubatu. Pada waktu kelahiran anak bungsu Pinggan Matio ini, Raja Silahisabungan sedang bersemedi di Gua batu diatas Huta Lahi. Saat melahirkan itu, Pinggan Matio merasa lelah karena Faktor usia, sehingga mengerang minta bantuan. Lohoraja yang melihat ibunya mengerang pergi mamanggil Raja Silahisabungan. Raja Silahisabungan buat obat salusu (obat penambah tenaga), Boru Pinggan Matio melahirkan seorang anak Laki – laki. Karena Silahisabungan dipanggil dari Gua Batu maka diberilah nama anak itu Baturaja atau Pintubatu. Dengan kelahiran Baturaja maka anak Raja Silahisabungan dari Pinggan Matio boru Padangbatanghari berjumlah delapan orang, tujuh orang anak laki – laki dan seorang puteri.

Semenjak kelahiran Baturaja, Raja Silahisabungan selalu manandanghon Hadatuon (Bertanding ilmu) ke Samosir, Simalungun dan Tanah Karo.

9. Perkawinan Raja Silahisabungan dengan Siboru Nailing

Siboru Nailing boru Nai Rasaon Adalah puteri Raja Mangarerak, seorang Raja yang terkenal di Sibina Uluan. Siboru Nailing adalah gadis primadona di Uluan, rambutnya bagaikan mayang terurai, bibirnya bagaikan delima merekah, pipinya merah merona, pemuda yang melihatnya geleng – geleng kepala terpesona, melihat kecantikan Siboru Nailing yang tidak ada tandingannya.

Banyak pemuda dan anak raja ingin meminangnya, tetapi terganjal karena Siboru adalah puteri pingitan yang sudah dijohkan dengan seorang putera Raja dari pulau Sibandang. Siboru Nailing menjadi puteri rebutan, para pemuda yang ingin mempersunting mencari dukun membuat guna – guna mencapai tujuan .Karena banyaknya persaingan Siboru Nailing terkena dorma si Jundai (Dorma Sisunde ) yang sulit diobati. Raja Mangarerak pun mulai gelisah melihat puterinya kena Dorma Sijundai.

Pada ketika itu, Raja Silahisabungan datang ke Sibisa mandanghon hadatuon (Bertanding ilmu). Berita kedatangan Raja Silahisabungan ke sibisa membuat hati Raja Mangarerak menjadi lega, karena diketahuinya Raja Silahisabungan adalah dukun besar (datu Balon) yang dapat menyembuhkan bermacam penyakit. Kemudian Raja Mangarerak memanggil Raja Silahisabungan untuk mengobati putrinya Siboru Nailing. Raja Silahisabungan membuka Laklak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk apa penyebab penyakit itu, lalu berkata: “penyakit putri raja disebabkan persaingan tidak sehat, setan dan iblis selalu datang menggangu sehingga ia selalu mengigau. Pengobatannya agak lama karena rohnya (tondinya) sudah ditawan dalam gua. Namunpun demikian, berkat pertolongan tuhan penyakit akan dapat disembuhkan, tetapi apakah upah saya ?” katanya.

Raja mangarerak, terkejut mendengar penyakit Siboru Nailing, lalu berkata :” segala permintaanmu akan saya kabulkan asal penyakit puteriku dapat disembuhkan,” katanya dengan Pasrah. Mendengar pernyataan Raja Mangarerak ini,” Raja Silahisabungan mulai mengobati Siboru Nailing. Baru beberapa hari diobati, tanda tanda kesembuhan penyakit Siboru Nailing mulai nampak. Selama Siboru Nailing dalam pengobatan rasa cinta dan kasih sayang bersemi dihati mereka berdua. Dan setelah penyakit Siboru Nailing sembuh, Raja Silahisabungan mengungkapkan rasa Cintanya kepada Siboru Nailing.

Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa iapun merasa cinta kepada Raja Silahisabungan, walaupun umur mereka tidak sebaya. Dengan menganggukkan kepala ia menyatakan cintanya.

Setelah sembuh, Raja Silahisabungan mengatakan pengobatannya telah usai. Raja Mangarerak merasa gembira dan bermaksud mengadakan pesta Syukuran, sambil membayar hutang kepada Raja Silahisabungan, Raja – raja dan penduduk negeri diundang tanda rasa suka cita.

Setelah acara pesta Syukuran selesai Raja Mangarerak menyediakan emas dan uang, lalu bertanya kepada Raja Silahisabungan :” ya, Raja Silahisabungan, penyakit Siboru Nailing sudah sembuh, berapakah upahmu yang saya bayar?” katanya sambil mengambil emas dan uang dari pundit – punditnya. Raja Silahisabungan menjawab :” Raja yang Mulia dan yang saya hormati. Saya tidak butuh uang dan emas, tetapi sesuai dengan perjanjian kita, apa yang saya minta upahku akan raja kabulkan. Rasa kasih sayang selama mengobati, menimbulkan bersemi cinta dihati, kiranya Mulajadi Nabolon dan Raja memberkati, saya tidak meminta upah tetapi aku menginginkan Siboru Nailing teman sehidup semati, katanya dengan hormat.

Mendengar ucapan Raja Silahisabungan itu, Raja Mangarerak dan para undangan tercengang karena umur Siboru Nailing masih muda. Raja Mangarerak dan para undangan saling berpandangan, tetapi tidak berani menolak, lalu berkata : “saya tidak menolak permintaanmu itu tetapi kasihanilah kami dinegeri ini, karena Siboru Nailing telah dijodohkan (dipaorohan) dengan putera Raja dari Sibandang : apabila Siboru Nailing kau persunting, negeri ini akan diserang. Pendudukpun akan susah,” katanya minta pengertian.

Kemudian Raja Silahisabungan menjawab: ”dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise siose padan tu ripurna tu magona, (janji harus ditepati, bila dilanggar akan timbul mara bahaya) mengenai keamanan negeri dan serangan dari raja pulau Sibandang sayalah tanggung jawabnya. Selama saya berada didaerah ini tidak akan terjadi apa – apa, “ katanya meyakinkan.

Karena takut menolak permintaan Raja Silahisabungan, raja – raja dan para undanga memberi saran : ”Karena raja Silahisabungan telah memberi jaminan, kita tanyalah putri kita Siboru Nipohan, apakah dapat menerimanya”. Kemudian Raja Mangarerak dan para undangan menanya Siboru Nailing apakah dapat menerima permintaan Raja Silahisabungan itu. Siboru Nailing Menjawab: ” ndang simanukmanuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo turpuk, si ahut lomo ni roha. Tu ginjang ninna porda tu toru pambarbaran, tu ginjang ninna roha patoruhon do sibaran. Ndang ahu manjua, ala naung marsihaholongon, anggiat dapotan tua, pasu – pasuon ni mulajadi nabolon”, katanya bersenandung tanda setuju.

Mendengar ungkapan hati nirani Siboru Nailing yang memang sudah mencintai Raja Silahisabungan, Raja Mangarerak dan para undangan pun merasa terkejut karena pernyataan itu merupakan ungkapan hati nurani yang paling dalam. Kemudian Raja Manggarerak berkata :” para undangan yang saya muliakan. Hari ini adalah pesta syukuran dan sekali gus pesta perkawinan puteri kita dengan Silahisabungan, marilah kita memberi berkat (Mamasu – masu) semoga Mulajadi Nabolon memberi kebahagiaan, “ katanya kepada raja – raja dan para undangan.

Berita perkawinan Siboru Nailing teriar sampai ke pulau Sibandang. Membuat lelaki oroan menjadi marah. Lelaki itu bermaksud akan menuntut balas, tetapi mendengar Raja Silahisabungan yang mempersunting dia menuntut agar dapat menandingi Raja Silahisabungan.

Setelah Siboru Nailing mengandung enam bulan, tersiar kabar di Sibisa, lelaki oroan akan datang menuntut balas dengan membawa pasukan dari pulau Sibandang. Mendengar berita itu Raja Mangarerak gelisah dan meminta Raja Silahisabungan membawa Siboru Nailing meninggalkan Sibisa. Tetapi Raja Silahisabungan menjawab: ”kampungku sangat jauh amang, tak mungkin membawa isteri dalam keadaan hamil tua. Amang jangan takut dan resah mendengar berita itu. Selama saya berada dinegeri ini tidak akan terjadi apa – apa”, katanya. Mendengar alasan itu Raja Mangarerak tidak dapat memaksakan kehendak. Kemudian raja silahisabungan pergi kebukit Sigapiton untuk membuat penangkal agar musuh tidak boleh dekat.

Setelah siboru sinailing melahirkan seorang anak laki-laki, Raja Silahisabungan membuka penangkalnya sehingga pasukan musuh pun sudah semakin dekat. karna pasukan lelaki oroan sudah mengepung daerah Sibisa, Raja mengarerak mendesak agar Raja silahisabungan bersama anak isterinya segera meninggalkan Sibisa. Kemudian Raja Silahisabungan berkata kepada isterinya: ”Ibu tersayang, pasukan lelaki oroan sudah mengepung Kampung ini. Mereka berencana akan membunuh saya. Orang tua kita Raja Mangarerrak pun sudah mendesak agar kita segera berangkat, padahal keadaan mu itu belum mengijinkan. bagaimana kalau saya bersama anak kita lebih dahulu berangkat, kalau kau sudah sehat dan tenagamu sudah pulih, aku akan menjemputmu kembali,katanya membujuk siboru nailing.

Mendengar alas an Raja Silahisabungan itu dan memikirkan desakan raja Mangarerak, istrinya Si Boru Nailing menjawab:” Amang boru, Aku sangat mencintaimu dan anak kita ini. Selamatkanlah dirimu dengan anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita, ini sebuah cincin (tintin tumbuk) kalau anakku ini besar berikan kepadanya pertanda akulah ibu yang melahirkannya, “katanya dengan terharu sambil menyerahkan Tintin Tumbuk itu. Kemudian Raja Silahisabungan bersama bayi yang baru lahir berangkat meninggalkan negeri setelah pamit dari mertuanya Raja Mangarerak.

Sesudah Raja Silahisabungan berangkat, Pasukan lelaki Oroanpun tiba dikampung Raja marerak, lalu bertanya “ dimana sia Boru Nailing dan dimana Lelaki suami itu, biar kubunuh,” kata lelaki oroan itu. Raja Mangarerak menjawab:” siboru Nailing sedang di Perapian (mandadang) sedang suaminya telah pergi bersama anaknya” lelaki oroan itu merasa sedih dan berkata “ ndang diau be amang, jolmanaung marhamulian, alai tong ma au ingot hamu boru hasian, parjampar diadaran parbagian dibalian, “ katanya sambil merenungi nasib dirinya. Siapakah pemuda oroan siboru nairing itu ?

10. Poda sagu–sagu Marlangan

Dengan mempergunakan Silompit dalan dan berlayar didaun sumpit, pada sore harinya Raja Silahisabungan telah tiba di Silalahi Nabolak. Begitu sampai dirumah tas hadang –hadangan terus ditaruh di atas para – para dan raja Silahisabungan duduk bersandar dengan muka murung. Melihat kejadian itu Pinggan Matio dan anak – anaknya tidak berani bertanya apa yang terjadi

Pada keesokan harinya pada waktu Raja Silahisabungan pergi memeriksa ladangnya, Pinggan Matio mendengar suara bayi menangis di atas Para – para lalu memeriksa tas hadang – hadangan Raja Silahisabungan. Pinggan Matio terkejut melihat seorang bayi yang cantik mungil didalamnya, kemudian memangku dan menimang – nimangnya agar tidak menangis lagi. Setelah Raja Silahisabungan kembali kerumah, istrinya Pinggan Matio bertanya :” amang Raja Nami, dari mana bayi lelaki yang cantik mungil ini? Katanya dengan ramah. Dengan suara yang lembut Raja Silahisabungan menerangkan asal – usul anak itu dan meminta agar memaafkan perbuatannya. Mendengar keterangan suami yang penuh kasih saying, Pinggan Matio berkata : “ Sudah Tambun (Tambah) anakku dan inilah anak bungsuku maka saya beri namanya Tambun Raja, “ katanya sambil mendekap dan menimang – nimang bayi itu. Mendengar pernyataan Pinggan Matio, Perasaan Raja Silahisabungan menjadi Lega.

Kasih saying ibu Pinggan Matio kepada anak bungsunya Tambun Raja sungguh berlebihan sehingga menimbulkan Iri hati abang – abangnya. Raja Silahisabungan dan ibu Pinggan Matio sangat memanjakan Sitambunraja, yang kemudian terkenal Siraja Tambun. Pada suatu ketika Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah ( Tano Golan ) kepada anak – anaknya agar jangan terjadi persoalan dikemudian hari. Dalam pembagian itu Siraja Tambun mendapat tanah yang paling luas dan subur yang mengakibatkan kecemburuan abang – abangnya.

Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara siraja Tambun dengan salah seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata – kata yang menyakitkan hatinya : “ hai raja tambun, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kami, entah dimana ibumu kami tak tau, “ kata abangnya itu. Mendengar ucapan yang memilukan itu, Siraja Tambunpun menangis tersedu – sedu dan mengadu kepada ibunya. Ibu Pinggan Matio mengusap usap anaknya itu dengan kasih sayang dan mengatakan :” jangan dengarkan kata – kata abangmu itu. Aku adalah ibumu yang membesarkan kau sejak kecil, “ katanya. Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu didengarnya kata – kata yang menyayat hatinya, akhirnya Siraja Tambun memberanikan diri bertanya kepada ayahnya : ” Ayah, siapakah ibu yang melahirkan saya dan dimana pamanku ?” raja Silahisabungan menjawab dengan ramah dan penuh kasih sayang :“ anakku tersayang, ibumu adalah Pinggan Matio yang membesarkan dan menyusukan kau sejak kecil, :” katanya .

Karena tindakan dan perbuatan abangnya semakin menyakitkan, maka Siraja tambun dengan tegas bertanya: “ ayah jangan berdusta lagi, siapa sebenarnya ibu yang melahirkan saya ? “ katanya dengan nada mengancam dihadapan pinggan matio. Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio saling berpandangan lalu menjawab :” anakku tercinta, ibumu adalah Siboru Nailing Putri Raja Mangarerak di Sibisa, Bila kau ingin dan rindu menjumpainya, biar ku antar nanti dengan baik,:” katanya dengan membujuk.

Kemudian Raja Silahisabungan menyuruh Pinggan Matio menempa Sagu – sagu Marlangan berbentuk manusia yang ditaruh di kedalaman ampang ( Sejenis bakul ). Mereka pergi kemaras dan dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio bersama Daeng Namora duduk menghadap ampang berisi Sagu – sagu marlangan, lalu disuruhnya Lohoraja, Sondiraja, Dabaribaraja, dan Batu raja duduk disebelah kanannya. Tungki Raja, Batu Raja dan Debang Raja disuruhnya duduk disebelah kiri mereka. Sedang Siraja Tambun disuruh duduk dimukanya sama – sama menghadap ampang berisi Sagu – sagu Marlangan. Stelah mereka duduk mengelilingi ampang berisi sagu- sagu marlangan itu Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada Mula Jadi Nabolon, lalu menyampaikan pesan ( wasiat ) yang kemudian terkenal dengan nama “ PODA SAGU – SAGU MARLANGAN “. Isi Poda sagu – sagu marlangan tersebut adalah sebagai berikut. :

 HAMU ANAKKU NA UALU :

INGKON MASIHANOLONGAN MA HAMU SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN, TARLUMBI POMPARANMU NA PITU DOHOT POMPARANMU SI TAMBUN ON.

INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU DOHOTPOMPARANMU TU BORU POMPARAN NI ANGGIMU SI TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG HO TAMBUN DOHOT POMPARANMU INKON KUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA PITU ON.

TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO SAINA HAMU TU PUDIAN NI ARI.

TONGKA PUNGKAON BADA MANANG SALISI TU ARI NA NAENG RO
MOLO ADONG MARBADA MANANG PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA – TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UMUM NA TINGKOS NA SOJADI MARDINKAN, JALA NA SO TUPA SALAK NA HASING PASAEHON.

Poda Sagu-Sagu Marlangan

Kemudian Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu – sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8 anak Raja Silahisabungan menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata : ” Sai dipergogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan inilah tidak berketuruna, ingkop mago jala pupur.” Katanya.

Setelah acara dimaras Simarampang selesai, Raja Silahisabungan bersama istrinya dan putera putrinya kembali lagi ke Huta Lahi untuk mempersiapkan bekal Siraja Tambun diperjalanan. Pada saat itulah Raja Silahisabungan memberikan “ barang homitan hadatuon “kepada Siraja Tambun. Kemudian Siraja Tambun bersalam – salaman dengan abang – abangnya sambil saling memberikan doa restu. Sewaktu menyalam Pinggan Matio, ibunya itu mendekap Siraja Tambun dan berkata: ”Unang lupa ho amang di au inangmu na patarus – tarus dohot na pagodang – godang ho, “katanya sambil mendoakan semoga Siraja Tambun selamat dan berbahagia kelak.

Mendengar kata – kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis lalu merangkul dan mencium Siraja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata: ”borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu, gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Setelah itu berangkatlah Siraja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa.

Diketik ulang oleh (fb: @jhonsihaloho) dari Buku Memori Tugu dan Makam Raja Silahisabungan (1968), Karangan J Sihaloho, Gelar Guru Patimpus Silalahi.

{ 16 komentar... read them below or Comment }

  1. Boha do ujung na ???

    Juppa do siraja tambun dohot inang Siboru Nailing Putri Raja Mangarerak di Sibisa,????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rekayasa sedangkan putri raja mangareak adalah similing iling. Bukan sinailing nairasaon

      Hapus
    2. Jumpa do sautna similing-iling dohot anakna sasada i si Raja Tambun.
      Si nailing do similing-iling. bahasa indonesia na Simanja-manja.

      Hapus
  2. Tangis tarilu au manjaha on oppung'ee...

    BalasHapus
  3. Karangan bebas dan luar binasa,ada beberapa hal yang musti dapat penghargaan dari panasonic award yaitu mengenai latar dan tempat serta waktu kejadian..
    1.disebutkan silahisabungan punya pendirian teguh,namun nyatanya pengarang kebabalasan jika silahi sabungan tidak punya pendirian.
    2.saat mempersunting putri raja parultop "silahi sabungan berjanji sehidup semati"..dan si pangarang juga tidak meperhatikan kalau silahisabungan telah berkhianat telah mempersunting ibu dari tambun raja.
    3.waktu kejadian dari karangan tidak diperhatikan si pengarang/pembohong..terjadi di masa setelah atau sebelum indonesia merdeka?..karena budaya batak adalah budaya indonesia, yang dimana di dalam cerita karangan disebutkan raja mangarerak menawarkan emas dan uang, saya bertanya tannya wujud uang yang ditawarkan apakah Uang ORI atau rupiah? Jangan2 uang brasil (UB)..jadi menurut saya ini adalah karangan bebas didalam budaya HOAAXXX.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalaupun ada kalimat-kalimat yg sedikit gk masuk logika, itu hanya pemanis cerita. sama sekali tidak mempengaruhi rangkaian tarombo. yang jelas inti dari asal-usul raja silahisabungan dan Si raja Tambun disini sudah benar. dan bisa diakui secara bersama-sama.

      Hapus
  4. Bagaimana mungkin Raja Silahisabungan mengawini Boru Padang Batanghari yang akan lahir 300 thn yg akan datang. Pakai otak brooo jangan ditempatkan dipantat

    BalasHapus
  5. Horas jala gabe ma hita sudena.

    BalasHapus
  6. di kutif sian bukku sejarah TUMARAS di Susun amang Jabangsa Sihaloho BA do ceritaon ateh. Alai aslina godang dope naso di surathon dison. kebetulan nga hea hujaha bukku aslina. molo boi di torushon sude sabukkui dohot tarombo huingot nga adong isina popparanni si8 turpuk. mauliate

    BalasHapus
  7. Kita harus hormati karya orang lain


    BalasHapus
  8. Saya bukan mau mengkritik, tapi saya medukung untuk diteruskan mengenai sejarah pomparan Raja Silahisabungan seperti, Sinurat, dolok Saribu, Nadapdap, Sipayung, Sipangkar, sigiro, terus Sihaloho ada 3 :1.Sihaloho Sinaborno (sihaloho Parlumbu-Parhambing), 2.Sihaloho Sinapitu, 3.Sihaloho Sinapuran, kemudian ada Raja Tambun (Tambunan) ada berapa Tabunan? Dan Tabunan apa yg masuk Silahisabungan, katanya tdk semua Tambunan masuk Silahisabungan dll. Mohon kalau bisa diberikan penjelasan yg akurat biar semua pomparan Raja Silahisabungan tahu. Salam Terima kasih, Tuhan memberkati.��

    BalasHapus

Popular Post

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Bes Antrop™ -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -